Bila suatu saat anda mampir di Semarang dan hendak pergi ke daerah Candi dari Simpang Lima, anda dapat memilih menyusuri jalan pintas lewat Jl Pahlawan Setelah melewati perempatan air mancur Universitas Diponegoro dan terus menuju ke atas anda akan menemui perempatan Siranda, anda sebaiknya terus menanjak menyusuri Jl Siranda dan ketika jalanan hendak mendatar, sebelum pertigaan Wungkal palingkanlah tatapan anda ke kanan pasti anda akan melihat secara langsung bangunan bersejarah Reservoir Siranda
Reservoir Siranda biarpun usia sudah tua tapi sampai sekarang masih berfungsi, bahkan rerumputan di sekitar dua bangunan Reservoir Siranda nampak terawat dan terpotong rapi sama tinggi.
Reservoir Siranda Terdiri dari dua bangunan dengan angka tertera 1912 dan 1923 yang diyakini sebagai tahun berdiri. Luas seluruh lahan reservoir (bak penampungan atau tandon air) 2500 meter persegi. Bangunan bertera 1912 mempunyai tinggi 4,7 meter berdiameter 32 meter. Bangunan kedua bertera 1923 berjarak 4 meter dari bangunan sebelumnya, mempunyai tinggi 2,5 meter dengan diameter 20 meter.
Sampai saat ini Reservoir Siranda masih berfungsi baik dan masuk dalam pemeliharaan PDAM Semarang. Dengan daya tampung 3750 meter kubik, reservoir ini mampu memenuhi kebutuhan air penduduk Simpang Lima, Gajahmada, Depok, Kauman dan Jurnatan. Sebagian pipa penyaluran air, misalnya antara Kalidoh (Babadan) hingga Rerservoir Siranda yang berjarak 20 km masih menggunakan peninggalan Belanda.
Sekilas cerita Sejarah tentang Reservoir Siranda
Ketika tentara Jepang masih bercokol di Semarang pada bulan-bulan awal setelah proklamasi kemerdekaan, sempat beredar isyu bahwa penampungan air Sirandan (Resevoir Siranda) di wilyah Candi Baru diracun. Tersebarnya berita ini, bermula dari pembantu rumah tangga yang berkerja pada orang Jepang, yang mengatakan kepada para tetangganya, bahwa air yang mengalir hari itu tidak sehat. Pembantu rumah tangga tersebut mengaku mendengar dari tuannya dua hari sebelumnya.
Berita tentang peracunan tandon air Siranda Jalan Wungkal (sekarang Jalan Diponegoro) itu sampai di telinga para pemuda yang sedang mengadakan rapat di Aula Rumah Sakit Purusara (sekarang Rumah Sakit Kariadi). Kepala Laboratorium Rumah Sakit Purusara, sebagai pejabat yang bertanggung jawab terhadap kesehatan Kota Semarang, hati tergerak untuk menyelidikinya. Hasil penelitiannya menyatakan, penampungan air tersebut telah diracun. Meskipun kabar berikutnya tidak mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Dokter Kariadi dan supirnya tewas ditembak di Jalan Pandanaran ketika mengendarai mobil akan menuju ke laboratorium. Beliau ditembak oleh tentara Jepang. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 1945, dan dianggap sebagai pemicu Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ada informasi lain yang menyakini Dokter Kariadi tewas di Reservoir Siranda. Untuk mengenang jasanya nama Dokter Kariadi diabadikan sebagai nama rumah sakit utama di Semarang.
Kabar diracunnya Reservoir Siranda inilah yang kemudian memicu terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Sumber : mediasemarang.blogspot.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !