Konspirasi, begitu Wall Street Journal menulis pandangan sebagian masyarakat Timur Tengah, Pakistan, dan Afghanistan mengenai berita kematian Usamah bin Ladin. Banyak yang memandang kematian Usamah hanya bentuk rekayasa. Sama halnya dengan serangan 11 September 2001 yang dinilai sebagai bentuk rekaan George W Bush dan Israel. Pandangan sebagian masyarakat seperti yang diungkap Wall Street Journal itu didasari keganjilan yang menyertai perjalanan sejarah perang melawan terorisme.
Keganjilan yang dimulai di New York 2001 sampai kematian Usamah di Abbottabad, Pakistan, Ahad (1/5) lalu. Namun, bermula dari New York hingga Abbottabad ada satu nama yang selalu mewarnai jalannya peristiwa itu. Dialah Marc Grossman. Berdasarkan sejumlah file artikel di beberapa media internasional pascaserangan 11 September 2001, diketahui jika pria kelahiran Los Angeles 59 tahun lalu itu bekerja sebagai staf urusan politik luar negeri AS saat peristiwa 9/11 terjadi.
Tepat satu minggu sebelum dua pesawat menghantam gedung menara kembar WTC (4 September 2001), Grossman mengadakan pertemuan privat dengan kepala Badan Intelijen Pakistan atau Inter-service Intelligence (ISI), Mahmud Ahmed. Sebuah pertemuan yang baru terdokumentasikan surat kabar Pakistan, The News, sehari sebelum serangan teror di New York. The News menulis, kepala intelijen Pakistan menggelar serangkaian pertemuan strategis dengan pejabat Amerika. Dua pertemuan digelar Ahmed dengan direktur Badan Pusat Intelijen AS atau CIA saat itu, George Tenet, dan perwakilan Gedung Putih, Grossman.
The News menggarisbawahi pertemuan dengan Grossman sebagai yang terpenting. Tidak ada detail hasil yang dipublikasi dalam pertemuan keduanya. Hanya sebatas kata yang terucap di bibir Grossman. “Pertemuan ini untuk mendiskusikan persoalan yang sama bagi kedua negara,” tulis The News. Selang sehari setelah berita yang menjadi tajuk utama di media Pakistan itu, serangan 11 September terjadi. Serangan yang menewaskan ribuan korban dan menjadi awal lahirnya perang melawan teroris.
Pascaserangan itu, nama Usamah bin Ladin muncul dan disebut sebagai dalang utama. Perang melawan terorisme (war on terror) pun ditabuh Amerika. Namun, di antara dugaan yang mengarah pada Usamah, muncul benang merah yang menghubungkan pelaku serangan 11 September dengan sang kepala intelijen Pakistan, Mahmud Ahmed. Harian Times India menulis, Ahmed diduga pernah mentransfer uang senilai 100 ribu dolar AS kepada Muhammad Atta, pria yang membajak pesawat dalam serangan 9/11. Kontroversi pun segera bermunculan terkait pertemuan Grossman dengan Ahmed.
Namun, segala fakta ini tak membuat AS menuntut Ahmed. Sebaliknya, Ahmed berhasil melenggang keluar Amerika dengan bantuan Grossman. Kenyataan yang sempat mendapat sorotan tajam dari politikus Partai Buruh Inggris, Michael Meacher. Lewat artikel bertajuk “The Pakistan Connection” yang dipublikasikan the Guardian, pria yang juga mantan menteri lingkungan Inggris ini mengkritisi peran Pakistan dalam serangan 11 September.
“Sangat luar bisa seorang Ahmed tidak pernah diseret dalam pengadilan 11 September,” tulisnya. Terlepas segala sorotan tajam yang menerpanya, Ahmed tetap melenggang bebas dengan bantuan Grossman. Hingga kini, tidak ada seorang pun yang tahu apa yang mereka bicarakan dalam pertemuan seminggu menjelang aksi teror 11 September.
Namun, tuduhan keterkaitan Pakistan dalam serangan 11 September tidak membuat hubungan keduanya renggang. Sebaliknya, pascaserangan yang langsung memunculkan Usamah bin Ladin sebagai buruan utama, AS justru mekin rekat dengan Pakistan. Sejak 11 September, AS menaikkan bantuan ekonominya bagi Pakistan hingga ditaksir mencapai angka 17 miliar dolar AS. Angka yang tentunya sangat signifikan dalam membekali militer Pakistan yang masih bersiaga perang dengan India.
Namun, segala kemesraan AS-Pakistan berubah drastis tatkala Pervez Musharraf turun dari jabatan Presiden Pakistan dan digantikan Asif Ali Zardari, Januari 2008. Musharraf merupakan pimpinan tertinggi bagi Mahmud Ahmed yang telah mundur sebagai kepala ISI pada 2001. Turunnya Musharraf berarti turun pula peran Ahmed dkk dalam percaturan negara Pakistan. Dua tahun setelah Zardari memimpin Pakistan, nama Grossman kembali muncul di surat kabar Pakistan. Grossman secara mengejutkan ditunjuk sebagai utusan khusus AS di Afghanistan dan Pakistan.
Kontroversi pertemuannya dengan Ahmed menjelang serangan 11 September pun langsung menyeruak. Grossman yang dikritik tajam karena melakukan pertemuan rahasia dengan seorang yang membiayai aksi teroris justru ditunjuk sebagai pejabat berwenang di wilayah rawan terorisme. Segala tudingan dan berita miring tidak menghalangi langkah Grossman. Sebaliknya, dia terus menjalin hubungan dengan segala pihak di Pakistan dan Afghanistan.
Grossman pun seperti “ditakdirkan” berhubungan dengan Usamah di awal dan akhir perjalanan kisahnya. Tiga bulan setelah Grossman menjabat, Usamah bin Ladin ditembak mati di Abbottabad, Pakistan. Dan Pakistan, negara yang sempat dihubung-hubungkan di awal serangan 11 September, jadi tempat Usamah bersembunyi selama ini.
Grossman, Pakistan, dan Usamah pun seakan menjadi sebuah keterkaitan tanda tanya. Sebuah keterkaitan yang memunculkan dugaan besar akan konspirasi. Terlebih kematian Usamah hingga kini menuai tanda tanya besar karena tak ada satu pun manusia, kecuali dua tim Navy SEALs, yang menyaksikan langsung jasadnya. Segala dugaan konspirasi itu langsung dijawab Grossman dengan enteng. “Saya tidak dapat menjawab dugaan adanya teori konspirasi. Anda dapat menyatakan itu konspirasi sesuai apa yang Anda harapkan,” katanya.
Sumber : republika.co.id
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !