Seni pertunjukan ini menjadi sesuatu yang istimewa. Melalui tradisi yang ketat, ia diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dalam keluarga. Mereka yang telah mempelajarinya akan sanggup melakukan perubahan rias wajah hanya dalam hitungan detik. Inilah seni dari daratan Tiongkok yang dikenal sebagai bian lian, suatu seni mengubah wajah!
Bian lain (face changing-ubah wajah) adalah suatu seni opera (drama) Tiongkok kuno. Menjadi bagian penting dalam seni pertunjukan opera Sichuan di kota bernama Cheng Du di Provinsi Sichuan RRC. Pertunjukan ini memang sangat istimewa, karena pemain yang menguasai teknik dan seni bian lian bisa mengubah tampilan wajah dalam hitungan detik di atas pentas di depan sejumlah mata pengunjung. Mereka bisa melakukan perubahan itu berkali-kali, hanya dalam satu menit.
Para pemain bian lian biasanya mengecat wajah mereka dengan warna-warna menyolok menjadi semacam topeng. Penampilan itu didukung dengan kostum yang juga penuh warna. Saat pertunjukan berlangsung dan membutuhkan perubahan mimik yang menggambarkan perasaan, emosi dan situasi yang dihadapi dalam lakon, maka pemain bian lian dengan secepat kilat bisa bersalin rupa dengan warna-warna cat wajah yang berbeda. Bahkan lebih cepat dari kemampuan mata untuk melihat proses perubahan itu terjadi. Hanya dengan gerakan gemulai tangan atau sedikit gerakan badan, anggukan kepala atau berpaling sekejap saja, para pemain bian lian bisa mengubah rias wajah mereka.
Jejak Sejarah
Bian lian memang sudah dikenal paling tidak sejak 300 tahun lalu pada masa Dinasti Qing (1736-1795) masa pemerintahan Kaisar Qianlong. Ia menjadi seni pertunjukan yang erat dengan tradisi suatu keluarga. Mulanya, bian lian adalah seni pertunjukan jalanan tradisional yang lazim di wilayah Sichuan. Generasi awal yang menguasai teknik bian lian menggunakan kemampuan mereka untuk mencari nafkah dan pertunjukan jalanan ini menarik minat publik, sehingga selalu ramai ditonton.
Karena sifatnya yang istimewa, seni opera mulai melirik bian lian untuk digabung dalam sebuah pementasan. Maka bian lian pun dipertontonkan dalam ruang khusus bersama penampilan opera Sichuan. Teknik bian lian digunakan untuk mewakili perasaan, pikiran, emosi dan mimik tokoh dalam sebuah lakon. Opera Sichuan dan bian lian kemudian menyatu dan hampir tak terpisahkan lagi menjadi satu seni pertunjukan seni opera yang mampu memukau dunia.
Dalam tradisi pemilik “ilmu” bian lian, teknik tersebut akan diturunkan kepada anak-anak lelaki mereka dan tidak pada perempuan. Tradisi kuno secara ketat melarang keras seni bian lian diwariskan pada orang “luar”. Dengan begitu, seni salin rupa ini tetap menjadi rahasia keluarga yang terjaga dari generasi ke generasi. Masing-masing keluarga yang mewariskan teknik-teknik bian lian punya kekhasan ciri tersendiri. Mereka menjaga ketat warisan keluarga itu, sehingga bian lian menjadi semacam misteri seni yang lestari dan tidak diketahui umum.
Dikenal Dunia
Nama Cai Shao Bo dikenal sebagai master (guru besar) bian lian. Ia menjabat sebagai wakil ketua persatuan opera Sichuan di Cheng Du, yang dikenal luas sebagai pemain bian lian yang paling lihai. Dalam satu menit, master Bo mampu bersalin rupa 10 kali! Bian lian mulai dikenal luas dalam seni pertunjukan sekitar tahun 1920-an – 1930-an. Saat itu, seorang master bian lian bernama Kang Zilin dinobatkan sebagai “dewa” dalam opera Sichuan yang memadu teknik bian lian.
Kisah yang terkenal dalam opera Sichuan masa itu adalah tentang “pahlawan” yang menjadi buronan. Dalam lakon tersebut, Kang Zilin harus mengubah wajah dan identitas sebanyak 9 kali dalam satu adegan. Karena sesuai cerita, ia harus biasa menyamar dan menghindar dari kejaran pasukan pemerintah. Dari sinilah teknik bian lian yang diterapkan mampu memukau penonton. Maka bian lian pun diadopsi dalam pertunjukan opera Sichuan.
Sejak pementasan tersebut, bian lian menjadi pembicaraan hangat di Sichuan, bahkan menyebar ke seluruh daratan Tiongkok. Namun, terkenalnya opera Sichuan dan seni bian lian sampai ke daratan Eropa dan sebagian besar Asia, justru pada pertunjukan “Legenda Siluman Ular Putih” (White Snake Legend). Dalam pertunjukan operanya, teknik bian lian digunakan saat tokoh biksu Fa Hai yang akan menumpas siluman ular putih terdesak oleh sekelompok prajurit dari laut (kepiting, udang dan ikan) pimpinan siluman ular putih.
Dalam versi aslinya, sebenarnya Fa Hai menggunakan “mustika” semacam mangkuk emas pemberian Sang Buddha untuk menumpas siluman ular putih. Namun dalam versi opera Sichuan, mangkok emas itu disimbolkan sebagai seorang bocah. Pada lakon ini, si bocah menerapkan teknik bian lian dengan mengubah warna wajah sebanyak delapan kali dari hitam, merah, biru, putih, kuning dan seterusnya. Proses perubahan warna wajah yang cepat ini membuat dunia tersentak dalam kekaguman.
Dari sinilah opera Sichuan dengan teknik bian lian-nya kemudian sering diundang untuk mementaskan opera mereka di banyak negara! Lalu bian lian pun menjadi populer hampir di seluruh dunia sebagai sebuah seni pertunjukan yang memukau. Namun kini ia menjadi seni pertunjukan terpisah dan lebih terkenal ketimbang opera Sichuan.
Mengungkap Misteri Seni Bian Lian
Sebuah panggung pertunjukan opera di Kota Cheng Du di Provinsi Sichuan, RRC mulai dipenuhi penonton. Bagai dengungan lebah, mereka menanti pertunjukan opera Sichuan yang tersohor dengan teknik bian lian. Saat pemain dengan kostum model kuno yang berwarna-warni berikut wajah yang dihias dengan aneka cat semarak penuh warna berbaris di pentas, suara bising mendadak senyap. Pertunjukan bian lian pun dimulai. Tampak pemain melenggang dengan iringan orkes. Lalu hanya dengan menggerakkan lengan baju melintasi wajah, rupa mereka telah berubah. Disusul adegan gerakan badan dan warna wajah kembali berubah. Lantas hanya dengan menggerakkan kepala, wajah pemain itu pun sekali lagi berubah dengan cepat.
Penonton bertepuk riuh di tengah kekaguman yang tak habis-habisnya. Pemain kemudian tersenyum dengan gerakan kepala dan wajah mereka kembali berubah. Kemudian para pemain turun ke tribun penonton dan menyalami penonton terdepan, seiring dengan perubahan wajah yang terus terjadi. Penonton semakin terkagum-kagum. Betapa tidak, hanya dalam jarak satu meter lebih, mereka dikejutkan dengan perubahan cat wajah si pemain di depan mata mereka sendiri dengan sangat tiba-tiba.
Begitulah seni salin rupa bian lian tersebut dilakukan. Hanya dengan gerakan kecil saja, pemainnya sudah bisa bersalin rupa. Ini merupakan suatu seni tingkat tinggi yang tidak sembarangan orang bisa melakoninya. Bagaimana sebenarnya salin rupa itu dilakukan? Belakangan, misteri tersebut perlahan mulai dikuak. Beberapa analisis seni dan teknik pertunjukan bian lian menyatakan bahwa ada tiga teknik dasar dalam seni bian lian. Pertama menghembus wajah, kedua mengusap wajah, dan ketiga menarik wajah.
Teknik pertama, menghembus wajah. Dilakukan dengan menggunakan media bantu berupa wadah (semacam mangkuk) yang bisa menyimpan tepung atau bedak warna seperti emas, perak, hitam, putih, merah dan lain sebagainya. Warna bedak pada wadah ini akan ditiup dengan cepat, sehingga melekat ke wajah yang sudah dilabur semacam minyak khusus, sehingga dalam waktu singkat wajah pemain sudah berubah.
Teknik ini terlihat dalam lakon opera Sichuan tentang kisah seorang komandan tentara bernama Zi Du. Saat pasukan mereka akan memenangkan perang melawan musuh, ia merencanakan pembunuhan terhadap panglimanya. Begitu ada kesempatan di medan perang, ia kemudian membunuh sang panglima. Hal itu dilakukan demi ketenaran nama dan harta. Pasukan tersebut kemudian kembali ke istana dan kaisar yang senang atas kemenangan pertempuran mengadakan pesta penyambutan. Zi Du yang mendapat puja puji ternyata merasa bersalah dan hatinya tak tenang. Wajah sang panglima menghantuinya. Saat ia akan menenggak arak dalam pesta pora itu, ia melihat wajah panglimanya di sana.
Untuk menunjukkan ekspresi dan emosi keterkejutan itu, pemeran Zi Du tiba-tiba bersalin rupa dan wajahnya berubah warna menjadi kepucatan. Teknik yang dipakai adalah menghembuskan bedak yang disiapkan di dalam cawan minumnya. Lalu terjadi lagi hingga pucat pasi dengan teknik yang sama. Teknik kedua adalah mengusap wajah. Hal ini dilakukan dengan gerakan tangan yang seolah mengusap wajah. Rias wajah awal mereka memang telah disiapkan dengan warna yang bisa dihapus dengan cepat. Sejumlah warna ditimpa dalam beberapa lapis. Saat akan mengubah wajah pertama, lapisan teratas diusap, sehingga memunculkan warna di bawahnya. Saat perubahan, kedua warna tersebut dihapus lagi hingga memunculkan warna di bawahnya, demikian seterusnya. Teknik ini dilakukan dengan cepat dalam gerakan tersamar yang tidak disadari penonton.
Teknik usap wajah ini pernah diterapkan dalam lakon Wang Kui. Kisah ini tentang seorang suami yang hidup susah. Ia kemudian didukung istrinya untuk meneruskan sekolah ke ibukota. Ia pun berangkat ke kota dan menamatkan sekolahnya dan kemudian mendapat jabatan di pemerintahan. Namun saat keberhasilan sudah diraih, ia lupa pada jerih payah istrinya. Ia malah menikahi putri perdana menteri. Istrinya di desa yang mendengar kabar suaminya menikah lagi kemudian frustrasi dan gantung diri hingga mati.
Si suami yang merasa bersalah menjadi sangat gelisah. Tiba-tiba pada suatu malam, roh istrinya menghantui. Si suami terkejut dan mengusap wajahnya beberapa kali. Saat itu, wajahnya berubah-ubah dari hijau pucat sampai pucat pasi memutih sampai akhirnya berperan mati seketika. Teknik ini menggunakan cara mengusap wajah saat menunjukkan gerakan takut dan terkejut. Selama episode ketakutan itu, tangan selalu melintasi wajah dan memunculkan perubahan wajah beberapa kali.
Teknik ketiga adalah menarik wajah. Ini adalah teknik yang paling sukar di antara dua teknik sebelumnya. Cara ini dilakukan oleh pemeran bian lian yang benar-benar ahli. Sebelumnya sudah disiapkan sejumlah pelapis wajah dari bahan yang sangat tipis (sekarang dipakai sutra tertipis). Di lembaran topeng sutra itu, dilukis wajah-wajah yang akan ditampilkan. Lalu masing-masing diberi tali sutra yang halus namun kuat. Tali-tali ini diikatkan ke bagian tubuh seperti tangan, bahu, pinggang dan siku. Dengan gerakan tertentu saat salin rupa, tali yang terikat itu akan ditarik pemain, sehingga memunculkan perubahan wajah yang cepat.
Lantas masing-masing lapisan direkatkan ke wajah dengan menggunakan zat perekat yang dengan akurat diukur. Tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Kesalahan dalam memasang perekat bisa merusak seni dan mempermalukan pemain dan opera tersebut. Walau secara teknik digambarkan demikian, namun pada praktiknya, seni bian lian tidak semudah itu. Dibutuhkan kedisiplinan dan penguasaan teknik yang memadai, lihai dan cekatan mirip trik ilusi pada sulap yang melakukan gerakan cepat melebihi kemampuan mata untuk menganalisis. Benar-benar seni pertunjukan yang memukau!
Kontroversi tentang “Orang Luar”
Bian Lian memiliki aturan ketat dalam setiap generasi keluarga tertentu yang mewarisi ilmu tersebut dari leluhurnya. Selama ratusan tahun, seni tersebut diturunkan dalam lingkungan keluarga saja. Bian Lian tidak diperkenankan diajarkan kepada orang di luar “garis darah” keluarga tersebut. Sebuah kontroversi mengenai bian lian pernah mengemuka sejak tujuh tahun lalu. Saat seorang pewaris seni bian lian akhirnya menerima aktor Andy Lau sebagai murid. Guru besar itu disebut-sebut sebagai Peng Deng Huai. Keputusan untuk mengajarkan bian lian kepada Andy Lau yang tergolong “orang luar” itu ternyata mengundang reaksi keras dan perdebatan masyarakat.
Namun, kini Andy Lau sudah menguasai keterampilan bian lian dengan biaya sekitar 3 juta yuan. Namun Andy Lau hanya mempelajari triknya dan bukan menguasai ilmunya. Begitupun, berdasarkan kabar yang beredar, rekor tercepat Andy Lau ialah mampu 6 kali bersalin wajah dalam satu menit. Sementara murid seperguruannya Chen Yang Yi (seorang perempuan) pada Juni lalu menuturkan bahwa Andy Lau hanya menguasai trik umumnya saja dan belum mencapai tahap master.
Sementara Yang Yi sudah menguasai ilmu yang lebih tinggi dan mampu melakukan 7 kali persalinan wajah dalam satu menit. Lalu kabar lain beredar bahwa perempuan lain juga sudah mempelajari bian lian, yaitu seorang gadis Malaysia turunan bernama Candy Chong. Ia cukup populer sebagai wanita yang menguasai bian lian, sebuah seni yang dipelajarinya dari sang ayah.
Agaknya aturan keras soal bian lian kini mulai merapuh seiring kemajuan zaman. Begitupun, kontroversi soal ini masih menjadi perdebatan. Apakah bian lian sudah bebas untuk dipelajari seperti seni pertunjukan lain, ataukah akan dipertahankan dalam garis keluarga saja dari ayah ke anak lelaki dan keturunan lelaki selanjutnya? Mungkinkah suatu saat nanti bian lian bukan lagi sebuah rahasia istimewa?
Sumber : triy.wordpress.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !