Menurut laporan "Chongqing Morning Post", Wu Jiafang seorang pria berumur 45 tahun yang beruntung selamat dalam gempa Shichuan, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada istrinya, ia memakaikan pakaian bersih ke tubuhnya, dia mengikat istrinya dengan tali di belakang sepeda motor dan memboncengnya pulang ke rumah. Adegan ini mengharukan banyak orang, dia disebut sebagai "Suami yang paling berperasaan dalam gempa."
Wu Jiafang menggendong istrinya pulang
Menahan Air Mata Membonceng Jenazah Istri Pulang Ke Rumah
Saat gempa bumi pada 12 Mei 2008 mengguncang Wenchuan, Wu Jiafang menemukan jenazah sang isteri, Shi Huaqing di belakang reruntuhan restoran tempatnya bekerja, ia menangis semalaman. Hari ke tiga Wu Jiafang menggunakan tali kain merah mengikatnya bersama, dia naik sepeda motor, dengan perlahan dia bonceng jenazah isterinya ke rumah yang berjarak empat kilometer, "Saya tidak berani menangis karena takut mata kabur nanti terjadi kecelakaan, sehingga ia akan menderita lagi."
Wu Jiafang menguburkan istrinya di samping rumah, dia kemudian membuat tenda menemani istrinya yang sudah meninggal, dalam 100 hari masa berkabung itu ia hanya makan satu kali sehari, karena tidak selera makan, dia jadi kurus dan lusuh. " Shi Huaqing tidak pernah meninngalkan saya ketika saya sedang menderita. Ketika kami baru menikah, makanan di rumah juga jadi masalah. Saya merasa saya berhutang budi ke dia terlalu banyak, saya berharap dikemudian hari dapat memperbaiki kuburannya jadi besar."
Wu Jiafang mengatakan bahwa mereka menikah pada tahun 1986, ketika Wu Jiafang sedang bekerja di proyek, istrinya Shi Qinghua juga bekerja di tempat yang sama. Setelah menikah Wu Jiafang tidak ingin isterinya bekerja. Perekonomian mereka termasuk menengah ke bawah, walaupun hidupnya sederhana namun sangat bahagia. "Kami tidak mempunyai tabungan. Karakter Shi Qinghua lembut tapi keras kepala, dia adalah seorang wanita yang tahu bagaimana memperhatikan untuk orang lain."
Cerita Wu Jiafang yang tersebar dan menyentuh hati orang, pada bulan November, baik dari Anhui, Sichuan dan Provinsi Guangdong, 16 perempuan menulis surat kepadanya, menyatakan diri ingin menjadi pendamping hidupnya. Tanggal 16 Oktober 2008, seorang wanita di Shenzhen yang berasal dari Chengdu bernama Liu Rurong juga menelponnya, dalam dua minggu itu mereka berkomunikasi jarak jauh setiap hari. Tanggal 9 November 2008, mereka bertemu dan merasa cocok, tanggal18 November mereka membuat akte kawin di Departemen Sipil Negeri setempat.
Pada tanggal 29 November 2008, mereka ikut dalam kawin massal dalam hotel dekat dengan pelabuhan Shekou di Shenzhen China. Kebetulan saat itu diadakan pesta perkawinan 30 pasang pengantin baru. Mereka melangkah masuk ke karpet merah, melangkah ke panggung terbuka. Wu Jiafang dan Liu Rurong “Pri menggendong Istri” adalah pasangan kelima yang masuk ke podium, Wu Jiafang memakai jas warna hitam memegang istri barunya Liu Rurong, mereka keduanya penuh energi dan wajah penuh senyum. Mereka saling tukar cincin kemudian membacakan janji suci pernikahan.
Pada upacara pernikahan tersebut, Wu Jiafang sengaja diatur secara khusus oleh penyelenggara sebagai wakil dari pasangan baru untuk maju memberikan pidato. Wu Jiafang menggunakan bahasa Sichuan berkata: "Saya tidak berpikir cara saya yang sederhana ini bisa menyentuh banyak orang, juga tidak terpikirkan keramahan cinta kasih yang diberikan kalian kepada saya bisa mendorong saya bangkit dari penderitaan, dan sekali lagi memiliki masa kebahagiaan dalam pernikahan. " Ia juga mengucapkan terima kasih kepada istri barunya Liu Rurong:" Dia jatuh cinta sama saya karena tersentuh akan kasih sayang saya terhadap istri saya terdahulu, dan juga karena ia menaruh belas kasih ke saya sebagai korban gempa. Saya tidak memiliki apa-apa, namun dia masih tanpa syarat menikahi dengan saya.. Karena itulah saya mencintainya.”
Dalam upacara, mereka saling bertukar cincin, dan bersama dengan 29 pasangan pengantin lainnya mengucapkan janji suci: "Hari ini, kami akan menikah, akan bersama- sama menghadapi masa depan, disaat menderita sakit atau sehat, saat miskin ataupun kaya, akan selalu bersama”…
Memegang payung dan rok pengantin dalam seluruh upacara perkawinan
Upacara pernikahan diadakan di luar dan gerimis, karena tanah basah, banyak pengantin wanita rok pernikahannya sudah kotor. Namun Wu Jiafang satu tangan memegang payung, satu tangan memegang roh pengantin isterinya, keadaan ini bertahan terus sampai upacara perkawinan selesai, ketika Wu Jiafang di wawancara media, dia masih dua kali menoleh ke roh pengantin apakah diijak orang. Sampai upacara pernikahan selesai, rok pengantin istrinya masih seperti baru putih.
Setelah upacara, dibawah sambutan tamu yang hangat, Wu Jiafang tiba-tiba menggendong Liu Rurong, mereka berdua wajahnya penuh dengan senyum gembira.
Menanggapi Opini Publik tentang “Kawin Kilat”nya
Wu Jiafang ketika diwawancara media berkata: "berpartisipasi dalam upacara pernikahan dan tidak ada tekanan." Metode "perkawinan kilat" seperti itu banyak kritikan dalam masyarakat. Dalam kaitan ini, Wu Jiafang berkata: "Orang-orang tidak bisa selalu hidup dalam bayangan gempa, saya percaya cinta sejati. Tidak lama sebelum gempa, Shi Qinghua seperti mempunyai firasat mengatakan, kita akan menjadi suami-istri pada masa kehidupan yang akan datang.” Saya percaya, “Sebuah keluarga , tidak bisa tidak ada wanita."
Ketika ditanya mantan istrinya, ia menyatakan bahwa mantan istrinya akan selama-lamanya tinggal di dalam hatinya. Liu Rurong berkata: "Dia baik terhadap istri terdahulu, saya sangat senang, jika dia tidak berperasaan, saya mungkin tidak pilih dia." Ketika ditanya apa yang menarik dari Wu Jiafang dari Sichuan ini, Liu Rurong tertawa: "Ia adalah seorang petani biasa, pria yang ramah, kesederhanaannya menyentuh saya."
Wu Jiafang berkata dia akan kembali ke Sichuan, membangun rumah mereka bersama, sementara Liu Rurong akan pergi di Shenzhen bekerja, baru kembali tahun depan, mereka berharap bisa membuka usaha kecil.
Sumber : erabaru.net
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !