Kebetulan kemaren saya mendapat pinjaman buku Mencari Supriyadi karangan sejarawan Sanata Dharma, Baskara T Wardaya yang isinya ternyata hanya transkrip wawancara Baskara dengan Andaryoko yang mengaku dirinya sebagai Supriyadi, pahlawan PETA Blitar. Terus terang, sebenarnya saya berharap buku telaah yang lebih cerdas. Saya punya kebiasaan membaca cepat, dan demikianlah, sejam kemudian buku itu sudah khatam.
Dalam sepertiga isi buku, sudah gugur harapan saya akan hadirnya sebuah terobosan penting dalam penulisan sejarah Indonesia modern. Andaryoko bukanlah Supriyadi. Semula kemunculannya saya pikir bisa menjelaskan beberapa celah yang belum tertulis dalam sejarah kenegaraan kita, tapi ternyata tidak. Justru, ia membuka jalur sejarah baru yang sama sekali berbeda dengan mainstream yang sudah ada. Sesuatu yang nyaris muskil.
Ada 3 poin paling penting mengapa saya yakin Andaryoko bukanlah Supriyadi.
1) Pengakuannya bahwa setelah ditunjuk sebagai Menteri TKR dalam pengumuman Kabinet I, ia tidak serta merta menghilang. Saat itu, Andaryoko (sebagai Supriyadi) berada di sekitar Bung Karno. Ia bahkan ikut dalam sidang-sidang kabinet pertama.
Termasuk mengusulkan perubahan nama TKR ke TRI (saat saya cek, perubahan dilakukan 25 Januari 1946). Ia juga sempat ‘cuti’ ke Semarang dan ambil bagian dalam Pertempuran 5 Hari di Semarang.
Ia baru menghilang dari panggung setelah merasa tidak sreg menjadi pejabat publik dan merasa lebih cocok di balik layar. Sementara mundur dari menteri, ia masih mempergunakan nama Supriyadi.
Barulah setelah KMB 1949, ia benar-benar menenggelamkan diri dari panggung politik negara dan mengubah namanya menjadi Andaryoko seperti yang sekarang.
Nah pertanyaan, betapa banyak orang yang mesti terlibat konspirasi menyembunyikan identitas Supriyadi untuk sebuah alasan yang bahkan tidak jelas hingga saar ini. Coba cek seluruh cerita atau biografi para pelaku sejarah di jaman dimana Supriyadi eh Andaryoko mengaku berkiprah, tidak ada satu pun yang menyebut kemunculan Supriyadi.
Apa iya satu kabinet plus orang-orang di ring I presiden ketika itu harus berbohong semua sampai sekarang? Kalau iya, tentu harus ada alasan yang sangat hebat sehingga kerahasiaan kehadiran Supriyadi bener-benar patut dijaga.
2) Andaryoko menyebut Panglima TKR Jenderal Sudirman (yang notabene pengganti dirinya) dipilih oleh Presiden Soekarno langsung. Mulanya, Soekarno menawarkan posisi itu pada Oerip Sumohardjo yang merintis pengorganisasian TKR di masa awal berdirinya.
Namun, Oerip tahu diri. Selaku bekas mayor KNIL, ia merasa bila ia menjadi panglima TKR justru dialah titik terlemah tentara Indonesia. TKR hanya akan dipandang boneka Belanda, mengingat masa lalunya. Ini berbahaya untuk soliditas tentara. Itu tadi kata Andaryoko.
Namun sejarah menulis tidak begitu. AH Nasution, Sudirman, TB Simatupang dan banyak pelaku sejarah lainnya, tak pernah menerbitkan versi seperti yang dikemukakan Andaryoko.
Yang ada adalah, Oerip yang jengkel karena panglimanya (Supriyadi) tak pernah muncul, berinisiatif mengumpulkan para komandan divisi dan resimen se Jawa dan Sumatera (Juga setelah sosok Soeljadikoesoemo yang diangkat sebagai menteri keamanan ad interim ditolak tentara). Konperensi diadakan 12 November 1945.
Agendanya, selain soliditas TKR juga untuk memilih panglima TKR yang baru, yang akhirnya memilih Sudirman, Panglima Divisi 5 Banyumas. Ingat, pertemuan ini ada risalahnya dan dokumentasinya, sebagaimana yang dikutip dalam biografi Tjokropranolo, bukan sekadar statemen lisan.
3) Andaryoko mengaku baru pertama kali bertemu dengan Soekarno, pada Mei 1945 di rumah Soekarno di Jakarta. Saat itu, ia sudah 3 bulan dalam pelarian selepas pemberontakan PETA Blitar.
Soekarno dalam bukunya Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams, nyata-nyata menyebut Supriyadi dan rekan-rekannya beberapa hari sebelum pecahnya pemberontakan PETA Blitar mendatanginya di Ndalem Gebang, Blitar.
Kala itu, Soekarno sedang pulang kampung menengok ibunya yang baru ditinggal mati ayahnya. Supriyadi bermaksud minta dukungan Soekarno selaku pemimpin PUTERA, organisasi propaganda pribumi resmi bentukan Jepang untuk melakukan perlawanan besenjata. Sebuah upaya yang ditampik Soekarno.
Di luar 3 hal pokok tersebut masih ada detail-detail yang lain, yang saya nilai pengakuannya kurang meyakinkan namun masih bisalah diperdebatkan;
- Pengakuannya bahwa ia lari ke selatan Blitar. Sementara dalam buku seorang shodanco PETA (saya lupa) yang ikut terlibat pemberontakan Blitar dan terbit 1959, Supriyadi cs lari ke utara. Hanya Shodanco Dasrip yang terpisah.
- Pengakuannya, bahwa dialah sosok bercelana pendek dalam foto pengibaran bendera pusaka usai proklamasi 1945. Sedikitnya ada 3 orang yang diakui/mengakui sebagai sosok tersebut. Sejarah resmi menyebut Suhud. Sementara pengakuan mutakhir, selain Andaryoko ada Letkol Ilyas Karim (masih hidup).
- Pengakuannya bahwa dialah yang memperkenalkan Ny Hartini Soewondo pada Soekarno saat kunjungan ke Salatiga. Rosihan Anwar justru memperoleh cerita lain dari Hartini. Hartini bilang saat itu ia berusia 28 tahun dan sudah menjanda dari Soewondo. Sebelumnya ia sudah mengenal Kolonel Gatot Subroto, pangdam Diponegoro. Dari Gatot lah ia dikenalkan oleh Soekarno dalam sebuah peresmian masjid di Salatiga.
Lalu siapa Andaryoko? Saya tidak tahu pasti. Tapi dokumen yang dimilikinya, pengetahuannya (dalam beberapa hal) yang cukup bagus soal detail sejarah dan pengakuan orang yang mengenalnya (paling penting dari Wilardjito), jelas menunjukkan ia orang dekat Soekarno di masa lalu. Mungkin nama masa lalunya adalah Supriyadi, tapi bukan Supriyadi yang dikenal sebagai tokoh pemberontakan PETA.
Meski begitu, misteri memang belum terjawab tuntas. Hal yang paling mendasar adalah mengapa Soekarno dan Hatta mencantumkan nama Supriyadi sebagai menteri keamanan rakyat pada 6 Oktober 1945? Peristiwa Blitar terjadi Februari 1945. Ada jeda waktu 8 bulan untuk memastikan apakah Supriyadi benar-benar sudah meninggal ataukah memang masih hidup.
Kalau Soekarno-Hatta akhirnya memutuskan menyebut nama Supriyadi sebagai menteri, hanya ada 2 kemungkinannya. 1) Presiden-Wapres mengetahui secara pasti bahwa Supriyadi memang masih hidup. 2) Presiden-Wapres mendengar isu Supriyadi masih hidup namun tak bisa memastikannya. Namanya ditetapkan sebagai menteri dengan pertimbangan efek psikologis perjuangan, mengingat Supriyadi telah populer sebagai tokoh yang berani melawan penjajah Jepang.
Kalau Andaryoko bukan. lantas siapa dan dimanakah Supriyadi?
Sumber : dendemang.wordpress.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !