Berita tradisi menyebutkan, bahwa kerajaan Majapahit runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M), dan saat keruntuhannya tersebut dilambangkan dengan candrasengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi' (serat Kanda), dan disebutkan pula bahwa keruntuhan Majapahit ini disebabkan oleh karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.
Hal ini bisa dikatakan tidak benar sama sekali. Bukti-bukti sejarah yang ada (yang berupa prasasti-prasasti batu) menjelaskan kepada kita bahwa sebenarnya Majapahit belum runtuh dan masih berdiri untuk jangka waktu yang cukup lama. Prasasti-prasasti batu yang berasal dari tahun 1486 M, masih menyebutkan adanya kekuasaan kerajaan Majapahit dengan rajanya yang berkuasa waktu itu bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana ; bahkan ia disebut pula sebagai seorang Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhunatha.
Berita Cina yang berasal dari jaman Dinasti Ming (1368 M - 1643 M) masih menyebutkan adanya hubungan diplomatik antara Cina dengan Jawa (Majapahit) pada tahun 1499 M. Demikian pula Rui de Brito (Gubernur Portugis di Malaka) dalam laporannya kepada Raja Manoel pada tahun 1514 M, antara lain menyebutkan bahwa di Jawa pada waktu itu terdapat dua raja kafir, yaitu Raja Sunda dan Raja Jawa. Penulis Italia Duarte Barbosa pada tahun 1518 M memberitakan bahwa di pedalaman Jawa masih ada raja kafir yang sangat berkuasa Pate Udra namanya.
Dari sumber-sumber lain dapat diketahui bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, ada seorang adipati Demak yang berkuasa bernama Adipati Unus. Beliau adalah putera dari Raden Patah, dan terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor, yang meninggal pada tahun 1521 M.
Dengan demikian dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, kerajaan Majapahit telah mengalami pergeseran politik dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa Demak. Bagaimana proses penaklukan Majapahit oleh Demak tidak dapat diketahui secara pasti. Sumber-sumber tradisi semacam Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan Serat Darmagandul hanya dengan samar-samar memberikan gambaran kepada kita tentang bagaiman berlangsungnya penaklukan Majapahit tersebut.
Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya raja Majapahit. Di dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda disebutkan bahwa Raden Patah adalah anak Prabu Brawijaya dari perkawinannya dengan Puteri Cina. Bahkan di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah, pendiri dan sultan pertama Demak, adalah anak Prabu Brawijaya Kertabhumi ( .... tumuli hana pwa ya sang Patah ika anak ira Sang Prabhu Brawijaya Kretabhumi kang rumuhun mastri lawan putri Cina ....).
Dengan demikian, apabila benar Demak telah mengadakan penyerangan untuk menaklukan kerajaan Majapahit, maka hal itu tidak dapat dilepaskan dari rangkaian perang saudara (balas dendam) dalam rangka memperebutkan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit. Bhre Kertabhumi telah merebut kekuasaan tahta Majapahit dari tangan Bhre Pandan Salas dengan menyingkirkannya dari kedhaton pada tahun 1468 M.
Akan tetapi pada tahun 1478 M (1400 Saka) kekuasaan tahta Majapahit dapat direbut kembali oleh Dyah Ranawijaya (anak Bhre Pandan Salas) dengan penyerangan ke Majapahit yang mengakibatkan Bhre Kertabhumi gugur di kedhaton. Peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi inilah yang dilambangkan dengan candra-sengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi'.
Akan tetapi beberapa penulis tradisi telah mengaburkan kenyataan-kenyataan sejara tersebut dengan menyatakan bahwa Majapahit telah runtuh pada tahun 1400 Saka (1478 M), karena serangan tentara Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Bagaimana mungkin ini terjadi? Bukankah yang berkuasa di Majapahit sampai dengan tahun 1400 Saka (1478 M) adalah Bhre Kertabhumi (yang menurut Purwaka Caruban Nagari adalah ayah Raden Patah sendiri).
Fakta sejarah yang sebenarnya terjadi adalah, penyerangan Demak ke Majapahit terjadi pada tahun 1518 M, yang saat itu dipimpin oleh Adipati Unus (putera Raden Patah yang berjuluk Pangeran Sabrang Lor) dan pada dasarnya serangan ini adalah serangan balasan terhadap Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah membunuh kakeknya (Bhre Kertabhumi).
Sumber : majapahit1478.blogspot.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !