mas template
Headlines News :
mas template
Home » » Mengungkap Misteri Virus Misterius

Mengungkap Misteri Virus Misterius

Written By maskolis on Sunday 18 September 2011 | 00:29

Pelukis Sasya Tranggono adalah ibu yang bahagia. Putra semata wayangnya tumbuh sebagai pria muda yang tampan dan mewarisi bakatnya dalam bidang seni lukis. Namun, dunianya mendadak runtuh ketika Nichos (14) menderita kelumpuhan. Sungguh tak disangka, kalau keluhan demam dan pegal-pegal yang diderita Nichos adalah gejala awal penyakit Guillain-Barre Syndrome (GBS). Suatu sindrom kelumpuhan yang terjadi akibat infeksi virus.

Di belahan Inggris, virus misterius juga membuat penyerang klub sepak bola Manchester United, Wayne Rooney, tak berdaya. Agustus 2008, setelah mengikuti tur di Nigeria, Rooney mendadak sakit sehingga batal tampil dalam Liga Inggris. Dokter mengatakan, Rooney terjangkit virus tak dikenal. Setelah merebaknya infeksi virus HIV, SARS, atau flu burung, benarkah makin banyak virus misterius yang datangnya bak pencuri di siang bolong?

LAMA, TAPI MASIH ASING

Beberapa kasus penyakit yang disebabkan oleh virus-virus ‘asing’ seperti yang diderita Nichos maupun Rooney itu, mau tak mau memang membuat kita waswas. Soalnya, serangan virus itu terjadi begitu tak disangka-sangka. Kejadiannya pun juga mendadak dengan gejala yang sungguh membuat ngeri.

Penyakit yang menimpa Irane (36) bisa menjadi contoh lain. Karyawati swasta ini memiliki riwayat migrain kambuhan (bisa dipastikan ia terkena migrain sebulan sekali). Namun, sejak dua tahun lalu, frekuensi migrainnya meningkat perlahan menjadi satu minggu sekali. Suatu hari, tak kuasa menahan serangan migrain yang hebat, Irane jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Dari serangkaian tes darah, ia divonis terinfeksi virus cytomegalovirus (CMV).

Padahal, infeksi virus CMV ini sebenarnya biasa ditemui pada pasien yang pernah melakukan operasi transplantasi. Sementara, Irane tidak pernah melakukan operasi transplantasi. Yang mengerikan, virus CMV sesungguhnya secara normal ada dalam tubuh manusia dan siap menyerang kapan saja saat kondisi tubuh menurun.

Selain Guillain-Barre Syndrome (GBS) atau cytomegalovirus, akhir-akhir ini sering kali diberitakan adanya kasus flu singapura juga sindrom kawasaki. Dan, boleh dibilang, keempat penyakit ini termasuk penyakit yang terdengar masih asing bagi kita. Benarkah demikian?

Bila anda kurang kenal Guillain-Barre Syndrome (GBS), itu wajar saja. Soalnya, kasusnya di sini memang tergolong langka. Apalagi, dari kumpulan kasus yang dilaporkan di seluruh dunia, hanya 1% yang terjadi di Asia. Padahal, keberadaan penyakit ini sebetulnya sudah diketahui sejak akhir abad ke-19 di Prancis. Ironisnya, meski virus ini bisa hilang dengan sendirinya, penanganan yang terlambat bisa menyebabkan kematian.

Sifat yang hampir serupa juga terlihat pada sindrom kawasaki. Penyakit yang pertama kali ditemukan di Jepang pada 1960 ini umumnya menyerang balita usia 2 bulan hingga 5 tahun. Jika tidak terjadi komplikasi jantung, penderita dapat sembuh sempurna. Tapi, pada beberapa kasus berat dapat menimbulkan komplikasi jantung. Kematian juga bisa terjadi secara mendadak akibat aneurisma aorta, yaitu pecahnya pembuluh darah. Dari sekian kasus yang dilaporkan, kematian hanya terjadi 1%-2%.

Sebutan flu Singapura mungkin tak terlalu akrab di telinga kita. Dalam dunia kedokteran, penyakit ini disebut hand foot mouth disease atau penyakit tangan kaki dan mulut (PTKM). Rata-rata yang di­serang memang anak-anak, namun tak menutup kemungkinan orang dewasa dengan kondisi tubuh yang buruk juga terinfeksi. Penyakit ini juga sangat menular.

Bila faktanya virus-virus itu memang sudah lama ada, benarkah virus-virus tersebut datang lagi dengan strategi yang lebih jitu? Ketua Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM, Dr. dr. Suhendro,SpPD-KPTI, membenarkan kalau virus-virus tersebut sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Namun, bila belakangan itu nama-nama ’asing’ itu mengemuka, itu karena belakangan ini memang sering terjadi infeksi berbagai jenis virus. ”Karena itulah kasus ekstrem seperti infeksi keempat virus itu jadi terdeteksi,” tutur dr. Suhendro.

Meski begitu, dr. Suhendro menegaskan bahwa hingga saat ini penyakit-penyakit ’asing’ itu tidak menduduki peringkat tinggi dalam hal jumlah. Sejauh ini infeksi virus yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah penyakit demam berdarah (dengue fever), disusul penyakit campak jerman (german measles), gondongan (mumps), cacar air (varisela), dan campak atau tampek (rubeola).

Yang pasti, pola berbagai jenis virus lama ini dalam menginfeksi tubuh tak berubah. Artinya, dari gejala dan penyakit itu sendiri tetap sama sejak dulu hingga kini. ”Kalaupun terjadi mutasi virus, baru terdeteksi pada virus flu burung (avian flu), yakni H5N1. Dulu, flu burung hanya menular dari hewan ke hewan, namun saat ini juga menular dari hewan ke manusia,” jelas dr. Suhendro.

WASPADAI DEMAM AKUT

Tak bisa dipungkiri, gejala penyakit yang ditimbulkan oleh virus sering kali terabaikan. Wajar, sih, karena keluhan seperti demam, membuat banyak penderita berpikir kalau dirinya hanya terkena flu biasa. Padahal, kalau mau lebih perhatian, infeksi virus ternyata dapat dikenali tanda-tandanya.

Berbeda dari infeksi yang disebabkan bakteri, gejala infeksi virus adalah demam akut, yaitu mendadak panas tinggi di atas 39º C tanpa dibarengi batuk atau pilek. Demam ini tidak dapat dihilangkan dengan obat penurun panas. Kalaupun suhu tubuh bisa turun, itu hanya sesaat saja karena pasti akan naik lagi. Oleh karena itu, bila mengalami gejala awal seperti itu, penderita perlu segera periksa ke dokter agar diketahui penyakitnya.

Sampai saat ini, menurut dr. Suhendro, belum semua penyakit akibat infeksi virus telah ada obat antivirusnya. Misalnya, penyakit gondongan, influenza, atau demam berdarah. Tetapi, penyakit cacar air, hepatitis, GBS, CMV, dan sindrom kawasaki sekarang ini sudah ditemukan obat antivirusnya. Obat-obat antivirus ini diberikan untuk memperpendek masa perawatan.

Pada GBS misalnya, obat yang kini sering digunakan adalah intravenous immunoglobulin (IVIg) 7s. Sayangnya, obat ini terbilang mahal harganya karena masih impor. Satu kali tindakan pengobatan, memakan biaya sekitar Rp75 juta. Pada pengobatan infeksi virus CMV, obat antivirus gancicovir sejauh ini hanya diberikan kepada pasien yang telah menerima tindakan transplantasi. Sementara pada sindrom kawasaki, pengobatan dengan immunoglobulin ditujukan untuk mengurangi risiko terjadinya kerusakan pada arteri koroner. Pada flu singapura, obat yang diberikan adalah immunoglobulin IV.

Sementara pada penyakit yang tidak ada antivirusnya, terapi yang diberikan kepada penderita adalah simptomatik dan supportive treatment. ”Terapi simptomatik diberikan untuk menghilangkan keluhan. Jadi, bila penderita mengalami pusing, akan diberikan obat penghilang sakit kepala. Lalu, bila penderita mengalami de&mam akan diberikan obat penurun panas,” papar dr. Suhendro. Sementara, supportive treatment diberikan untuk meningkatkan dan mengembalikan daya tahan tubuh penderita, yaitu beristirahat dan memberikan makanan sehat dan bergizi.

Uniknya, beberapa virus termasuk dalam self-limiting disease. Artinya, penyakitnya dapat hilang dengan sendirinya. Fase pemulihan biasanya terjadi antara 7-10 hari. Jadi, tetap ada harapan bahwa penyakit ini dapat sembuh total. Namun demikian, sering kali perawatan intensif di rumah sakit tak bisa diabaikan.

Pada kasus GBS misalnya, perawatan intensif mutlak dilakukan. Dikhawatirkan, gangguan kekuatan otot akan menyerang ke tubuh bagian atas, sehingga mengganggu pernapasan. Akibatnya, penderita bisa meninggal dunia. Pada kasus infeksi virus yang menyebabkan kematian, biasanya disebabkan karena penderita tidak mendapatkan perawatan secara cepat dan tepat.

MENAHAN SERANGAN VIRUS

Mungkin Anda merasa sudah menjaga kesehatan dengan sebaik mungkin, termasuk pola makan. Lingkungan tempat tinggal pun juga tak luput dari pengawasan agar terhindar dari berbagai penyakit. Tapi, kok, serangan virus tetap tak bisa ditahan?

Menurut dr. Suhendro, berjangkitnya suatu penyakit dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, daya tahan tubuh (host). Kedua, keganasan virus itu sendiri (virulensi), dan ketiga, jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh. ”Orang yang dalam kondisi sehat sekalipun, masih mungkin terkena penyakit bila lingkungan memungkinkan virus itu masuk,” kata dr. Suhendro.

Sebagai contoh adalah penyakit flu singapura yang disebut-sebut sangat menular. Bisa jadi, kondisi seseorang sedang dalam keadaan sehat. Namun, berada dalam satu area dengan penderita, maka dia bisa terkena penyakit yang mengakibatkan penderitanya mengalami bintik merah pada mulut (seperti sariawan) dan pada anggota tubuh lain. Atau virus CMV, yang sebenarnya ada dalam tubuh manusia. Dalam kondisi sehat, virus ini dalam kondisi dormant (tidak aktif). Namun, ketika daya tahan tubuh menurun, dapat menyebabkan sindrom mononukleosis, yaitu terjadi gejala sakit di bagian tubuh tertentu dan pembengkakan kelenjar.

Dokter Suhendro juga membenarkan bahwa infeksi virus memiliki target penderita, seperti usia, ras, dan gender. Menurutnya, ketiga hal inilah yang mewakili respons imun (masuk dalam penggolongan daya tahan tubuh host). ”Daya tahan tubuh orang usia produktif tentunya berbeda dari daya tahan tubuh orang lanjut usia. Begitu juga dengan ras. Lingkungan tempat tinggal dan pola hidup manusia tentunya juga berpengaruh pada kemampuannya menangkal suatu penyakit,” jelasnya. Tetapi, yang pasti, bila kondisi tubuh sedang turun, pria maupun wanita berpotensi sama besar dalam mengalami infeksi virus.

Bila pada virus-virus tertentu --katakanlah virus hepatitis-- vaksinasi bisa menjadi upaya pencegahan, bagaimana dengan virus-virus ’misterius’ ini? ”Vaksinasi sendiri tidak memiliki jangkauan yang luas untuk menangkal masuknya suatu penyakit,” tutur dr. Suhendro. Malah, beberapa penyakit tidak memiliki vaksin untuk menangkalnya, termasuk CMV, flu singapura, dan sindrom kawasaki. Sementara GBS, biasanya ditangkal dengan vaksinasi lain, seperti rubella (MMR), bahkan influenza, karena penyakit ini bisa terjadi akibat infeksi berbagai macam virus.

Selain itu, yang mesti diperhatikan juga, dalam pemberian vaksinasi, perlu memperhatikan kontraindikasinya. Vaksinasi tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, orang yang mengalami gangguan daya tahan tubuh ekstrem (penderita HIV), orang yang dalam perawatan obat yang dapat menurunkan daya tahan tubuh (penderita kanker), serta orang yang sakit.

Penulis : Prillia Herawati

Sumber : femina-online.com
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

mas template
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. MASKOLIS - All Rights Reserved
maskolis
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya