Purwokerto - Suswanti, atlet balap sepeda SEA Games, belum mengambil ijazahnya di sekolah tempat dulu ia belajar. Atlet pelatnas berusia 19 tahun itu tak mempunyai uang sebesar Rp 2 juta sebagai persyaratan untuk mengambil ijazah. “Suswanti sudah lulus sejak 2010 lalu, tapi ijazahnya belum diambil,” ujar Sulemi, 60, kakek Suswanti, saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Kranji Purwokerto Timur Banyumas, Kamis 3 November 2011.
Sulemi mengatakan ia dan keluarga yang lain belum memiliki uang untuk mengambil ijazahnya. Suswanti yang lulusan SMA Negeri 3 Purwokerto itu juga belum mengirimi uang untuk mengambil ijazahnya. Suswanti merupakan salah seorang atlet balap sepeda andalan Indonesia di SEA Games XXVI Palembang. Kepada kakeknya itu Suswanti pernah mengirim pesan pendek yang berisi, “Nanti saya malu, sudah jadi atlet nasional kok tidak bisa ambil ijazah,” katanya.
Suswanti sendiri selama ini dikenal sebagai anak pekerja keras. Sejak kecil ia tinggal bersama kakek-neneknya. Rumah kakek-neneknya sendiri berada di permukiman cukup padat. Dari luar, rumah kakek Suswanti terlihat biasa. Rumah berdinding tembok itu dibangun di depan kompleks pemakaman umum desa tersebut. “Kalau menjemur pakaian, ya di makam itu,” kata Sulemi.
Ia menambahkan, Suswanti mengenal balap sepeda sejak SMP. Dari rumahnya ke sekolah yang berjarak sekitar lima kilometer ia selalu menggowes sepeda. Sejak saat itu ia mulai tertarik untuk fokus menjadi atlet balap sepeda. Berbagai kejuaraaan baik nasional maupun internasional sudah pernah ia ikuti. Terakhir ia mengikuti Pelatnas BMX di Kejuaraan Asia 2011. Setelah itu ia juga mewakili Timnas Indonesia dalam ajang Asian Cycling Championship 2011 di Cina. Di kejuaraan itu ia menduduki peringkat kelima. Saat ini ia sudah menikah dengan atlet balap sepeda asal Banyumas, Rino Prayoga, dan sudah dikaruniai seorang anak bernama Alfaro Alfino.
Maryati, 34 tahun, ibu Suswanti, mengatakan ia sudah ingin mengambil ijazah tersebut tapi belum memiliki uang. “Saya bekerja hanya sebagai pembantu dan suami saya buruh serabutan. Kadang-kadang jadi tukang becak atau buruh harian,” ujar dia. Suwarto, 41 tahun, ayah Suswanti, mengaku tidak mampu melunasi biaya pendidikan di SMA anaknya karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu. Pendapatan dari pekerjaannya sebagai tukang becak ditambah istrinya yang bekerja sebagai penjual pecel hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya. ''Karena itu, sudah sejak anak saya lulus pada 2010 kami tidak bisa menebus ijazahnya,'' katanya.
Dia menambahkan, meski sudah menjadi atlet nasional, secara ekonomi kehidupannya belum membaik. Saat ini Suswanti juga sudah memiliki anak dari perkawinannya dengan atlet balap juga. Kepala SMA Negeri 3 Purwokerto Warmanto membenarkan ijazah mantan muridnya itu belum diambil. “Belum, memang belum diambil karena belum lunas semua,” katanya.
Warmanto mengatakan Suswanti belum membayar sebanyak Rp 2 juta. Biaya tersebut di antaranya untuk membayar biaya pendidikan, buku, uang komite sekolah, dan komputer. “Ini sudah menjadi kebijakan sekolah,” ujar dia. Ia memerinci apa saja yang belum dibayar oleh Suswanti. Di antaranya uang Komite Sekolah sejak kelas XI dan XII belum dibayar sebesar Rp 800 ribu dan Rp 660 ribu. Selain itu, uang Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP) kelas XII sebesar Rp 200 ribu. Buku pelajaran Rp 214.900, uang pelajaran komputer sebesar Rp 55 ribu, dan uang perpisahan sebesar Rp 100 ribu.
Masih menurut Warmanto, pihaknya tidak bisa memberikan ijazah Suswanti tanpa kewajiban tunggakan dilunasi terlebih dahulu. “Berlaku keadilan distributif, entah ia atlet atau siapa pun, kalau belum bayar ya harus melunasi,” katanya. Ia berkukuh apa yang dilakukannya hanya menjalankan aturan. Jika diberi kelonggaran, kata dia, siswa lain akan menirunya.
Selang sehari, pendirian Kepala SMA 3 Purwokerto luluh juga. Setelah didesak Bupati Banyumas, Mardjoko, ijazah Suswanti akhirnya diserahkan juga. “Ada seseorang yang mau membayarkan kekurangan biaya pendidikan Suswanti,” ujar Warmanto, usai menghadap Bupati Banyumas, Mardjoko, Jumat 4 November 2011.
Warmanto mengatakan, ia dipanggil Bupati untuk menjelaskan duduk perkara ijazah tersebut. Setelah itu ia memutuskan untuk menyerahkan ijazah karena Suswanti dinilai telah mengharumkan nama sekolah dan Banyumas. Ia mengatakan, dengan penyerahan ijazah tersebut, semua masalah dengan Suswanti dianggap telah selesai. Ia sendiri tak menyebutkan siapa orang yang telah membayar kekurangan biaya pendidikan Suswanti.
Terkait penyerahan, kata dia, pihaknya akan menunggu Suswanti pulang kampung usai membela Indonesia di ajang SEA Games. “Ijazahnya belum ada cap tiga jarinya, setelah ada cap, baru boleh dibawa pulang,” ujar dia lagi. Di tempat yang sama, Bupati Mardjoko mengatakan ia sudah memerintahkan sekolah-sekolah yang ada atletnya untuk diberi keringanan biaya pendidikan. “Apalagi atlet dari keluarga tidak mampu, akan kami beri beasiswa,” katanya.
Dia mengatakan atlet tersebut telah mengharumkan nama Banyumas dan Indonesia di kancah internasional. Mardjoko juga sudah memerintahkan penyerahan dua ijazah atlet sepakbola yang saat ini juga belum bisa membayar biaya pendidikannya. Ketua KONI Banyumas, Sukardi, juga mengaku baru mengetahui ada ijazah atlet yang ditahan pihak sekolah setelah diberitakan media massa. “Kalau orang tua atau atlet yang bersangkutan memberi tahu kami sejak awal, persoalannya pasti tidak seperti sekarang ini,'' ujar dia.
Dia kembali menyebutkan, dalam pembinaan atlet-atlet daerah yang berpotensi, KONI memang menjalin kerja sama dengan SMA Negeri 3 Purwokerto. Untuk itu di sekolah tersebut dibentuk satu kelas khusus yang hanya menampung atlet-atlet berpotensi. Awalnya, kata Sukardi, KONI memberikan insentif pada atlet-atlet berpotensi tersebut sebesar Rp 100.000 per bulan. Dengan insentif sebesar itu dia berharap sebanyak Rp 65 ribu digunakan untuk membayar SPP, dan sisanya digunakan untuk uang saku.
Sumber : tempointeraktif.com
Thanks ya sob udah share, blog ini sangat membantu saya sekali ...............
ReplyDeletebiro tiket pesawat