Ribuan tahun silam, tentara Romawi sedang bersiap-siap untuk memadamkan pemberontakan Yahudi di Yerusalem. Seorang tentara yang dipaksa perang, mengundurkan diri diam-diam dari medan tempur. Ia berlari dan terus berlari, karena apabila tertangkap salib dan pasak menantinya. Ia berlari mengarungi gurun keputusasaan, melewati sungai perubahan, hingga akhirnya menggapai puncak bukit yang jauh dari pengaruh Romawi. Tentara itu telah berkelebat berlari mengarungi ribuan kilometer. Energinya telah habis, detak jantungnya berdegup terlalu kencang. Ia lalu berbaring di rumput, sementara sisi Bumi yang lain meminta giliran untuk disinari, dan cahaya pun pergi dari tempatnya beristirahat. Tirai cahaya matahari telah dibuka, dan muncullah sang rembulan dan bintang-bintang.
Prajurit yang lelah itu, bosan. Ia berbaring telungkup, menengadah ke langit, dan melihat, ribuan bintang berkilapan tanpa ada gangguan dari polusi cahaya. Pada dasarnya, menurut Carl Sagan, manusia punya bawaan dari lahir untuk mengidentifikasi suatu hal yang spesifik, misalnya wajah manusia. Hasil evolusi ini di satu sisi jelas menguntungkan, tetapi di sisi lain, melahirkan penafsiran yang sangat imajinatif. Neuron prajurit itu mengirimkan impuls pareidolia. Ia mulai memainkan titik-titik kecil yang berkilapan di angkasa. Bintang-bintang saling dihubungkan olehnya melalui garis semu, sehingga terbayanglah, bentuk kepiting, manusia pembawa air, kerbau, dan lain-lain.
Begitu pula seorang gembala yang sedang duduk di Gunung Karmel. Galaksi terbit yang ia saksikan, dimainkan. Terbayanglah keberadaan dua ikan dan hewan-hewan lainnya di atas langit. Orang itu juga merasa bahwa hasil pareidolia itu akan memengaruhi hidup mereka. Lama kelamaan ini terus berkembang, dan tumbuhlah gagasan seperti bahwa keberadaan planet pada suatu rasi bintang di saat Anda lahir akan mengubah takdir Anda selamanya. Maka lahirlah apa yang disebut “astrologi”.
Istilah “astrologi” dan “astronomi” hampir sinonim dan menyatu di masa lalu, hingga muncul astronom-astronom tercerahkan seperti Kepler dan Galileo, yang berhasil memisahkan astronomi selamanya dari jurang astrologi. Kini astronomi telah berkembang pesat. Teleskop Kepler baru saja berhasil menemukan paling tidak 54 planet yang mungkin mirip Bumi. Bukankah ini adalah sesuatu yang mengesankan? Plato pernah berkata, bahwa “astronomi mendorong orang untuk melihat ke atas, dan mengantarkan kita dari dunia ini ke dunia lain”. Dengan astronomi, ditambah dengan ilmu lainnya, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat nanti kita akan menggapai dunia lain, demi memperpanjang takdir kita.
Namun, meskipun “astronomi” yang teruji dengan metode ilmiah terus mengungkap keajaiban alam semesta, orang lebih suka melihat “keajaiban” semu yang ada dalam astrologi. Meskipun cenderung statis, astrologi masih sangat diminati hingga sekarang, terutama di kalangan pemuda pemudi. Siapa sih anak muda Indonesia sekarang yang tidak mengenal istilah “shio” atau “zodiak”? Bukankah banyak pemuda kita yang saling bertanya, “zodiakmu apa?” Kita juga bisa lihat, di majalah-majalah, terutama majalah anak muda, kolom horoskop mingguan atau bulanan, yang dibagi menjadi nasihat cinta, karier, keuangan. Saya sendiri masih ingat, waktu kecil, saat tren mengisi orgil (meminta teman untuk mengisi profilnya dalam sebuah buku) mencuat, zodiak dan shio pasti dituliskan.
Mengapa hal-hal semacam ini sungguh diminati di kalangan anak muda? Saya rasa salah satu faktornya adalah banyak anak muda yang tidak memunyai konsepsi dan arah untuk menghadapi masa depan. Banyak di antara mereka yang termakan oleh budaya hedonisme dan konsumerisme, atau dalam kata lain, senang befoya-foya, membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan untuk gaya, dan lain semacamnya. Akibatnya, mereka tak memunyai arah untuk menatap ke depan. Dengan ketiadaan arah dan pengarah, serta lemahnya konsepsi, seperti agama atau prinsip hidup yang jelas, sementara banyak kebutuhan untuk mencapai kebahagiaan (kebahagiaan semu sebenarnya) yang diperlukan, maka diliriklah kolom horoskop, yang memberi banyak nasihat umum soal hidup mereka, dan mampu membasuh dahaga akan arah. Berantem dengan pacar? Lihat kolom percintaan. Galau? Baca bagian nasihat hidup. Takut sakit? Lirik bagian kesehatan. “Aduh aku takut ga jodoh nih sama si X.” “Zodiakmu apa?” “Aries” “Si dia?” “Leo” “Bintang Leo dan Aries itu sudah ditakdirkan berjodoh!” “Wah terima kasih, sekarang aku yakin!”. Atau, “kamu shio x tidak cocok kerja di air! Cocoknya di bidang itu.” “Sungguh? Pantas karierku jelek, terima kasih swami, lain kali saya minta diramal bintang lagi!”. Astrologi berhasil “memulihkan” dahaga mereka, memberi mereka nasihat, penyelesaian, peringatan, dan lain semacamnya, yang membuat mereka percaya dan lega. Astrologi berhasil memenuhi kebutuhan mereka yang tak dapat dipenuhi oleh masyarakat kita.
Tidak pernahkah mereka, menggunakan akal budi yang telah dikaruniakan, untuk menelaah astrologi secara kritis? Guru sosiologi saya pernah berkata bahwa ciri orang yang mapan adalah bisa mengatur perilaku, punya prinsip dan idealisme, dan bisa berpikir kritis. Ketiganya, terutama pemikiran kritis dan idealisme, tidak ada pada banyak orang saat ini, sehingga hal-hal semu semacam ini menjadi tren. Padahal cukup ajukan saja pertanyaan-pertanyaan sederhana, dan itu akan menghapuskan keabsahan astrologi. Contoh yang paling mudah adalah, belilah dua majalah anak muda dari edisi yang berbeda tetapi diterbitkan pada tanggal atau rentang terbit yang sama, lalu bandingkan kolom astrologi keduanya. Saya yakin pasti berbeda. Kesamaannya hanya satu: keduanya bersifat umum. Ini contohnya, saya kutip ini dari dua majalah anak muda yang sama-sama terbit Desember 2010. Nasihat untuk Capricorn (kelahiran 20 Desember - 20 Januari) pada majalah satu adalah, “Kehidupan: ada berita bagus! Akhirnya keinginan kamu bisa disetujui juga sama ortu. Cinta: Eh ada senior yang lagi nyoba pedekate ke kamu, tuh! Nggak boleh dianggurin nih. Keuangan: Senangnya bisa dapat rezeki nomplok!”. Kolom zodiak Capricorn pada majalah kedua berbunyi, “Isi Dompet: Ada ga ada duit yang penting kumpul! Cinta: Cinta beraaat! Sekolah: akhirnya keadaan berbahagia lagi. Lab. komputer mau diupgrade, yuhu! Kesehatan: Giliran gemuk pengin kurus, sekarang pusing jaganya.” Lihatlah, bukankah untuk masa yang sama, isi keduanya bertentangan? Lihatlah kolom cinta, yang satu berkata ada cinta yang akan datang, dan disarankan untuk membalas cintanya, sementara yang satu lagi berkata bahwa cinta itu berat. Kolom uang majalah satu berkata bahwa ada rezeki nomplok, kolom majalah kedua tidak mengatakan ada rezeki yang akan datang. Aneh? Sangat aneh menurut saya. Apabila itu memang sesuatu yang benar, pastinya bersifat universal. Misalnya matematika, untuk menghitung phi, mau menggunakan cara Mesir Kuno ataupun matematika modern, hasilnya pasti akan mendekati 3,14. Ini? Malah saling bertentangan satu sama lain, terlampau bertentangan. Dua majalah dalam satu kota saja isinya sudah berbeda, bayangkan bagaimana kolom horoskop di seluruh dunia? Logika sederhana.
Ada lagi logika sederhana yang lain. Telaahlah isi dari zodiak tersebut. “Komputer sekolahmu akan diupgrade”. Ini sangat konyol, mengapa komputer sekolahmu akan diperbaharui, tetapi hanya kolom Capricorn yang diberi tahu hal itu? Ingat, tidak semua murid sekolah berzodiak sama, lalu kenapa itu hanya berlaku untuk Capricorn? Saya pun masih ingin membayangkan apa yang terjadi saat tahun baru sudah tiba, dan komputer sekolah belum juga diperbaharui. Mungkin penggantian tetikus yang rusak pada satu komputer pun akan dikatakan sebagai pembaharuan fasilitas sekolah, dan zodiak tersebut dirasonalisasikan secara buta.
Berbicara tentang “rasionalisasi buta”, saya yakin pasti banyak yang akan berkata bahwa kadang-kadang kolom zodiak benar. Sederhana saja, saran-saran yang ada itu umum sekali. “Senangnya bisa dapat rezeki nomplok.” Bukankah ini sangat umum? Dalam sebulan, pastilah ada satu hari saat kita mendapatkan rezeki. Atau saya juga membaca saran, “Setiap usaha yang kamu lakukan pasti ada hasilnya kok.” Ini terlampau umum sekali. Dan dengan keyakinan kita bahwa astrologi benar, otak kita secara tak sadar akan melakukan rasionalisasi buta pada saran yang tidak sesuai. Contohnya seperti yang sudah saya paparkan di atas mengenai komputer. Berbahagialah mereka yang tidak melakukan hal ini.
Sekarang mari kita telaah lebih jauh tentang astrologi. Tidak perlulah kita gunakan metode yang ruwet dan njlimet, karena itu akan memakan banyak waktu. Cukup kita gunakan akal sederhana yang dapat dipahami semua orang. Mari kita lontarkan pertanyaan kritis pada keyakinan yang aneh ini.
Carl Sagan pernah menyinggung perihal astrologi dalam acaranya, Cosmos. Ia memberikan contoh kasus berupa anak kembar. Ada anak kembar yang lahir bersamaan, di tempat yang sama, pada rasi bintang yang sama tentu saja. Namun, salah satu anak kembar itu meninggal, dan anak kembar yang lain hidup sejahtera. Bukankah itu aneh? Secara logis, apabila astrologi benar, keduanya seharusnya memunyai takdir yang sama, tetapi mereka berdua benar-benar menjalani kehidupan yang sangat berbeda. Atau mari kita ambil contoh lain lagi, yaitu homoseksualitas pada anak kembar. Ada anak kembar yang satu ditemukan homoseksual, tetapi yang lain heteroseksual. Terjadi? Terjadi, dan ini membuktikan ketidakabsahan astrologi. Carl Sagan juga mempertanyakan, apa pengaruh keberadaan Mars dalam suatu rasi bintang terhadap kelahiran dirinya? Sinar kosmis? Gravitasi? Bagaimana pengaruh mereka, sementara banyak bayi yang lahir di dalam rumah sakit yang tertutup, lalu dimasukkan dalam inkubator? Bagaimana gravitasi Mars memengaruhi Bumi, sementara gravitasi Bumi lebih kuat?
Richard Dawkins, pengarang buku kontroversial The God Delusion, menyerang pareidolia rasi bintang itu sendiri. Bagaimana bisa titik-titik bintang yang jaraknya sangat jauh, dihubungkan sebagai Aquarius sang pembawa air, sementara jarak keduanya sangat sangat jauh, dan mereka tidak memengaruhi satu sama lain? Tidak ada hubungan khusus antara mereka. Kecuali, apabila ada suatu pola, maka itu bisa dikatakan sebagai sesuatu yang absah, tetapi yang kita lihat adalah ketiadaan hubungan sama sekali. Pengarang Inggris itu juga berkata bahwa bentuk rasi bintang itu tidak kekal. Bentuk rasi bintang yang dilihat nenek moyang kita, Homo erectus, jutaan tahun lalu, tidaklah sama dengan yang kita lihat sekarang. Maka pareidolia yang terbentuk jutaan tahun lalu dengan sekarang, dapat menjadi berbeda. Sekadar tambahan, sudah pernah dengar berita tentang rasi bintang “Ophiuchus” yang akan nyempil di antara Scorpio dan Sagitarius pada tanggal 29 November-18 Desember? Dikatakan rasi ini muncul sejak abad kedua. Bayangkan kesalahan yang sangat sangat besar dari para astrolog akibat ini.
Bahkan, tokoh-tokoh Islam pada masa keemasan Islam dahulu, sudah menolak astrologi, dan banyak yang meminta pemisahan ketat antara astronomi dan astrologi. Sebut saja Al-Farabi, Ibnu al-Haytham, Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Ibnu Rusyd. Mereka semua menolak astrologi karena menggunakan metode konjektural dan bukan empiris. Konjektural adalah “proposisi yang dipradugakan sebagai hal yang nyata dan benar”, sementara empiris merupakan sesuatu keadaan yang didasarkan pada bukti dari pengamatan atau percobaan.
Nah, kalau orang-orang dari tahun 800-an saja sudah menyadari keanehan astrologi, mengapa kita malah sujud memercayainya? Apakah kita harus percaya, bahwa pada saat kita memasuki Zaman Aquarius nanti (2150 M), akan terjadi perubahan besar terhadap takdir manusia? Sementara saat kita masuk zaman Aries (2150 SM) dan Pisces (1 M), tidak terjadi apa-apa?
Maka dari itu, saya menganjurkan kembali saran guru sosiologi saya, terutama dalam hal memunyai prinsip dan idealisme, dan kemampuan berpikir kritis, meskipun bisa mengatur perilaku juga merupakan sesuatu yang sangat amat penting. Berpikir kritis bukan berarti sembarang mengkritik, tetapi dengan akal, menelaah suatu fakta, memverifikasi dan memfalsifikasinya, dan dihubungkan dengan idealisme, untuk menghasilkan sesuatu yang positif dan konstruktif. Skeptisisme, rasionalitas, diperlukan dalam hidup kita untuk menyikapi ilmu-ilmu semu semacam ini. Kalau tidak, hal-hal seperti inilah yang akan terus ditelurkan.
Saya juga menyarankan bahwa sebaiknya yang dinamakan kolom zodiak itu dimusnahkan saja. Hilangkan juga kebiasaan tahu shio si A dan si B sebagai penentu takdir. Kalau banyak yang berkata bahwa ini hanya untuk iseng-iseng, lucu-lucuan, menurut saya ini hanya membuang-buang tinta, kertas, dan waktu. Akan lebih bermanfaat apabila halaman untuk astrologi diberikan untuk, astronomi. Seperti kata Sagan, ada lebih banyak keajaiban dalam ilmu pengetahuan daripada ilmu semu. Janganlah terlena pada keajaiban semu, tetapi kejarlah keajaiban ilmu pengetahuan, karena manfaatnya sangat besar. Bandingkan saja, sarjana astrologi dan astronomi, mana yang akan lebih berhasil? Mana yang akan lebih berjasa terhadap seluruh manusia di dunia?
Sumber : tumblr.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !