mas template
Headlines News :
mas template
Home » » Musik Klasik dan Simfonik

Musik Klasik dan Simfonik

Written By maskolis on Friday, 22 July 2011 | 08:08

Di Indonesia, musik klasik dan simfonik sering dianggap sebagai musiknya orang-orang tua. Padahal anggapan semacam ini tidak sepenuhnya benar. Beberapa serial kartun klasik seperti Donal Bebek dan Woody Wodpecker yang populer di kalangan anak-anak misalnya, ilustrasi musiknya sering menggunakan potongan komposisi musik klasik. Sementara itu, kartun Disney (yang segmen penontonnya juga kebanyakan anak-anak) juga hampir selalu menggunakan orkestra untuk ilustrasi musik dan soundtracknya.

Musik Klasik dan Simfonik

Selain stereotip sebagai musiknya orang tua, musik jenis ini juga sering dipersepsikan sebagai musik yang berat, rumit, kurang merakyat, dan hanya untuk kalangan atas saja.

Citra seperti inilah yang perlahan-lahan dicoba untuk dihapus oleh para musisi kita, misalnya Addie MS dengan Twilite Orchestranya yang sering berpentas dengan mengetengahkan repertoir yang tidak terlalu rumit dengan harga tiket yang relatif terjangkau (walaupun sering mendapat kritik dari 'mainstream' penggemar musik klasik karena dianggap 'melanggar pakem'). Disamping itu, kelompok ini dahulu juga sering menggelar pertunjukan secara gratis di sekolah-sekolah dasar di Jakarta. Tujuannya jelas untuk memperkenalkan musik jenis ini kepada anak-anak usia sekolah selain untuk menepis angggapan bahwa musik klasik dan simfonik adalah "selera tua". Sayangnya kegiatan itu saat ini terhenti karena alasan kekurangan dana.

Terobosan cukup berarti dimulai sejak penyanyi cilik berbakat Sherina memulai debutnya pada 1999 dengan melepas album perdananya yang full orkestra itu. Tidak diduga, album yang sebelum diluncurkan sempat menuai kritik dan kecaman, bahkan dianggap kurang komersil itu belakangan ternyata laku keras di pasaran.

Perlahan-lahan stereotip miring tentang orkestra mulai bisa dihapus dari benak masyarakat kita. Dewasa ini, di Indonesia mulai bermunculan beberapa kelompok orkestra yang cukup dikenal, mulai dari yang mengusung aliran Pops (musik pop dengan sentuhan simfonik orkestra) seperti yang sering dibawakan oleh Twilite, hingga klasik murni seperti Surabaya Symphonic Orchestra pimpinan Solomon Tong. Para penyanyi idola remaja tidak lagi canggung untuk menyanyi dengan diiringi orkestra. Tidak semuanya memang, karena penyanyi dengan modal suara pas-pasan pasti akan terlihat konyol apabila menyanyi dengan iringan orkestra.

Ada yang menarik dari kelompok-kelompok orkestra Indonesia ini. Kalau kita perhatikan, anggota kelompok orkestra--macam Twilite, Erwin Gutawa, atrau Purwacaraka--sebenarnya terdiri dari orang yang itu-itu juga. Jadi yang membedakan sebenarnya paling jauh cuma konduktornya saja. Maklum saja karena musisi berkualitas di tanah air memang masih sangat kurang. Padahal, dengan makin seringnya event yang menggelar orkestra membuat para pemain-pemain ini menjadi kebanjiran order. Akibat sampingannya, makin sulit saja bagi sebuah kelompok orkestra untuk melakukan latihan atau gladi bersih sebuah event karena harus disesuaikan dengan jadwal para pemainnya.

Persoalan ini membuat kelompok orkestra asal Indonesia jadi terkesan kurang profesional. Karenanya, tidak heran apabila banyak penyanyi Indonesia yang hendak membuat rekaman dengan diiringi orkestra lebih memilih untuk menggunakan orkestra dari luar negeri untuk menghemat waktu. Ambil contoh Hadad Alwi dan Sulis yang melakukan rekaman untuk album "Cinta Rasul" versi orkestra harus jauh-jauh merekamnya ke Australia beserta Victoria Philharmonic Orchestra. Sementara itu, Sherina, untuk album ketiganya yang dilepas Mei lalu, merekamnya di Singapura beserta Singapore Symphony Orchestra (SSO). Namun demikian, pilihan ini juga tidak terlepas dari keterbatasan studio rekaman di Indonesia yang memang belum ada yang cukup representatif untuk merekam orkestra dengan pemain berjumlah besar.

Anyway, meski orkestra di Indonesia sudah bukan barang yang asing lagi, rasanya masih belum saatnya untuk 'mencekoki' audiens disini dengan komposisi klasik yang lebih berat, macam Wagner atau Stravinsky. Ini perlu pembiasaan dulu, sementara saat ini arahnya masih untuk memperkenalkan publik kita dengan musik yang lebih serius. Saat ini beberapa iklan televisi sudah berani menggunakan ilustrasi klasik, walaupun masih yang itu-itu saja: Blue Danube-nya Strauss atau Air from Suite-nya Bach. Sepintas saya pernah melihat iklan sebuah produk susu Balita yang menggunakan ilustrasi dari karya Mozart. Semoga saja ini bukan cuma fenomena musiman yang hanya berlangsung sesaat.

"Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah, dan dengan agama hidup menjadi terarah."

-- Buya HAMKA
Sumber : dhani.singcat.com
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

mas template
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. MASKOLIS - All Rights Reserved
maskolis
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya