Gempa dan gelombang tsunami yang melanda Aceh dan memakan korban sekitar 200.000 jiwa, yang kemudian disusul dengan gempa Nias yang memakan korban ratusan orang tewas serta kerugian material yang tidak terkira, seakan baru saja berlalu. Namun kembali hasil penelitian yang mengejutkan dari sebuah tim gabungan dari berbagai negara yang melakukan riset di kawasan kepulauan Mentawai menyimpulkan bahwa bahaya bencana belumlah usai. Gempa d sertai dengan gelombang tsunami yang maha dahsyat akan kembali melanda Sumatera.
Baru-baru ini beberapa ilmuwan geologi dari berbagai negara antara lain, Amerika, Taiwan, Singapura, dan Indonesia, berkumpul dan melakukan penelitian di kepulauan Mentawai di daerah pesisir pantai Sumatera bagian barat. Teknik penelitian yang dilakukan menggunakan metode meneliti batu karang ataupun terumbu karang yang ada di kawasan tersebut.
Kesimpulan yang didapat dari batu-batu karang yang diteliti tersebut menurut perhitungan terjadinya gempa sepanjang 700 tahun terakhir adalah kemungkinan terjadinya gempa dengan kekuatan 8,8 skala richter disertai gelombang tsunami yang maha dahsyat. Gelombang tsunami diperkirakan akan menghantam daerah pemukiman penduduk yang memiliki populasi lebih dari 1 juta orang.
Riset yang dilakukan para ahli menemukan bahwa sepanjang 700 tahun terakhir ini, setiap 200 tahun sekali pasti terjadi gempa yang besar. Pada bulan September tahun 2007 yang lalu terjadi gempa 8,4 skala richter di seputaran Bengkulu. Oleh para ahli, gempa itu merupakan sinyal atau indikasi awal sebelum datangnya gempa yang lebih besar lagi.
Salah satu anggota tim peneliti, Profesor Kerry Sieh (Kepala Earth Observatory of Singapore) mengatakan, Indonesia terletak di atas lapisan bumi yang merupakan perjumpaan dua lempeng tektonik dunia, Asia dan Australia yang disebut “Sunda Megathrust”. Kawasan Sunda Megathrust ini mencakup 6.000 km sepanjang Mungthai, Sumatera, Jawa dan Bali. Bagian bawah kepulauan Mentawai adalah salah satu daerah lintasan perjumpaan dua lempengan tersebut.
Penjelasan Teoritis
Pegunungan Bukit Barisan dan lembah-lembah di antaranya, termasuk danau-danaunya yang indah mulai dari Danau Ranau di Bengkulu, Danau Kerinci di Jambi, Danau Singkarak di Sumatera Barat dan Danau Toba di Sumatera Utara, adalah jalur pusat-pusat gempa bumi. Pegunungan itu merupakan ekspresi dari tabrakan dua lempeng bumi, yaitu lempeng Samudra India-Australia dengan lempeng Benua Eurasia.
Lempeng samudra yang relatif aktif bergerak mendesak Pulau Sumatra ke arah utara, terhujam di bawah Pulau Sumatra, dalam posisi miring dan tidak frontal terhadap pantai barat Sumatra.
Di bawah laut, tempat penghujaman lempeng ini membentuk suatu palung laut. Palung ini memanjang mulai dari Laut Andaman di utara Aceh, menerus sepanjang lepas pantai barat Sumatra (Melintasi bagian bawah Kepulauan Mentawai), berbelok ke laut selatan Jawa dan menerus ke arah timur di selatan Kepulauan Sunda Kecil, dan melengkung ke Laut Banda. Palung laut dengan kedalaman hingga mencapai 6.000 meter dari muka laut ini merupakan tempat kontak antara dua lempeng yang bertabrakan tersebut.
Secara geografis, banyak literatur yang menamakan palung ini Palung Sumatera untuk keberadaannya di wilayah lepas pantai Sumatera, atau Palung Jawa untuk yang berada di selatan Jawa, atau bahkan jika keduanya digabungkan dinamakan Palung Sunda. Palung inilah yang disebut dalam literatur Profesor Kerry Sieh “Sunda Megathrust”.
Ketika kekuatan dorongan lempeng samudra yang mendesak “Sunda Megathrust” berhasil melampaui kekuatan batuan pulau Sumatera, dan kemudian pecah, beberapa blok pecahan tergeser secara lateral. Blok-blok yang tergeser itu secara bersama-sama dalam kejadian yang berbeda-beda selama sejarah terbentuknya Pulau Sumatera, membentuk patahan dan robekan panjang yang dinamakan Sesar Sumatera itu. Saat pecah di zona patahan itulah, guncangan yang ditimbulkan dari pusatnya jauh di bawah muka bumi menjalar ke permukaan sebagai gempa bumi.
Sunda Megathrust
Salah satu bagian dari Sunda Megathrust sepanjang 1600 km telah patah atau pecah akibat desakan pada tahun 2004. Dampak yang ditimbulkan dari kejadian yang terjadi di dasar samudera itu adalah tsunami Aceh yang memakan korban ratusan ribu orang. Tak lama berselang, pada bulan Maret 2005 menyusul gempa dahsyat ke-2 di titik sebelah selatan gempa yang pertama yaitu di seputaran Pulau Nias. Lalu pada tahun 2007 di bulan September, terjadi patahan lagi pada lempengan hingga menimbulkan gempa berkekuatan 8,4 skala richter di daerah Bengkulu.
Namun rentetan kejadian itu menyisakan bagian yang masih utuh dan menunggu terjadinya patahan selanjutnya akibat desakan lempeng samudra yaitu antara pecahan atau patahan 2005 (Nias) dan patahan 2007 (Bengkulu). Di sekitar kedua daerah inilah telah terjadi gempa maha dahsyat pada tahun 1797 dan 1833.
Untuk memprediksi waktu terjadinya gempa yang disertai tsunami yang akan datang, para anggota tim ahli berpencar dan meneliti di beberapa bagian dari Kepulauan Mentawai, yakni Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Mereka mengumpulkan contoh terumbu karang lalu menganalisa pertumbuhan tulang/ruas batu-batuan dari laut tersebut untuk mengetahui perubahan kedudukan air laut (dalam 700 tahun). Hasilnya, diprediksi tiap 200 tahun terjadi 1 kali gempa maha dahsyat.
Efek pantulan (seperti Per) ketika terjadi pecahan akibat desakan pada bagian bawah Pulau Sumatera, melemparkan karang-karang dasar samudra ke permukaan. Selanjutnya karang-karang tersebut mengering dan mati. Tenggang waktu dari masa pertumbuhan karang hingga mati adalah dasar perhitungan para ahli tersebut. Hasil penelitian juga menyimpulkan dalam 700 tahun, gempa maha dahsyat yang terjadi 200 tahun sekali akan menaikkan permukaan pulau dari 1 hingga 2,5 meter. Tetapi gempa yang terjadi belakangan ini hanya menaikkan ketinggian daratan sekitar 73 cm. Jadi kemungkinan gempa maha dahsyat itu, belum terjadi.
Kerry Sieh bersama anggota lainnya berpendapat, jika pecahan pada patahan akibat desakan terjadi lagi, kemungkinan peristiwa itu akan terjadi di bagian Sunda Megathrust yang utuh yaitu di bawah KMentawai. Efeknya bagi Pulau Sumatera akan terjadi gempa yang lebih hebat dari Aceh, Nias, maupun Bengkulu. Tim ahli memperkirakan, gempa akan menimbulkan tsunami yang ketinggian gelombangnya mencapai 5 meter. Gelombang ini akan menghantam di sekitar daerah pantai barat Sumatera, masuk ke daratan hingga 2 kilometer. Daerah yang diperkirakan terkena adalah Bengkulu dan Padang.
Denny H Natawidjaja, anggota tim peneliti dari Indonesia mengungkapkan, dalam risetnya diperkirakan anak-anak kecil yang ada saat ini mungkin akan mengalami gempa dahsyat sekaligus gelombang tsunami. “Kita berharap hasil penelitian ini dapat mendorong Pemda maupun NGO (Non Government Organitation) maupun badan bantuan dunia lainnya dapat berkoordinasi dan membuat persiapan untuk menghadapi perkiraan bencana ini,” kata Denny.
Kerry Sieh juga menambahkan, agar diadakan semacam tes standardisasi bangunan yang dikontrol oleh Pemda serta perencanaan evakuasi dan tempat-tempat perlindungan. Kerry mengatakan, saat ini ia sendiri telah berkoordinasi dengan KOGAMI. Suatu organisasi non profit yang mempelajari sekaligus mengajarkan teknik-teknik mengantisipasi bencana alam. Salah satu pengurus harian KOGAMI mengaku kerepotan, mengingat daerah yang diperkirakan akan terkena bencana ada 7 lokasi terparah. Sedangkan organisasi tersebut saat ini hanya mampu melayani 2 hingga 3 daerah saja.
Sekilas Kepulauan Mentawai
Mentawai adalah nama sebuah kepulauan terletak ±150 km di Samudra Hindia yang terdiri dari empat pulau utama yaitu pulau Siberut, Sipora, pulau Pagai Utara dan pulau Pagai Selatan (yang dikelilingi oleh pulau-pulau kecil) yang dihuni oleh masyarakat suku Mentawai di lepas pantai Sumatera Barat, sekaligus nama kabupaten.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 601 km² dan populasi 64.235 jiwa. Ibukotanya ialah Tuapejat. Kabupaten ini terbagi menjadi 4 kecamatan dan lagi menjadi 40 desa. Kepulauan ini banyak menyimpan pantai-pantai nan indah dan potensial untuk olahraga bahari. Khususnya gelombang lautnya yang potensial untuk para penggila olahraga surfing. Namun di balik semua itu, di bagian dasar pulau ini diperkirakan akan menjadi sumber bencana bagi Pulau Sumatera 30 tahun mendatang.
Sumber : triy.wordpress.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !